Taman Sari tidak pernah menjadi rencana tujuan awal kami pada hari itu. Malah, ia sebenarnya adalah opsi terakhir yang, meski begitu, memberikan pelajaran yang amat berkesan bagi kami.
Memilih Taman Sari
Selasa, 23 November 2021, dua teman saya datang ke rumah untuk menginap. Yang satu baru saja pulang dari Cirebon, sedangkan satunya lagi baru saja dari berkunjung ke ponpesnya di Temanggung.
Kami menghabiskan malam dengan makan-makan dan bercengkerama setelah lama tak saling jumpa.
Paginya, kami berencana jalan-jalan. Tak jauh, hanya sebatas di kotamadya saja kalau bisa.
Momen dan waktunya memang kurang pas kala itu. Di samping saya yang juga sedang ada ujian (online) di sekolah, salah satu dari mereka juga harus pulang hari esoknya. Pergi ke destinasi wisata yang jauh tak akan sempat, pun kami juga sudah mengunjungi mayoritasnya.
Jadi, ke mana kami akan pergi hari itu?
Jogja National Museum. Ya, sebenarnya saya yang paling penasaran dengan tempat tersebut. Menemukannya saja tak sengaja, ketika sedang melihat-lihat Maps. Karena itulah pagi itu saya sudah bulat untuk pergi ke sana, sekadar tahu saja. Oh, seperti ini ternyata tempatnya …
Kami bertiga pun berangkat.
Dan kemudian, setibanya di sana, nihil. Ternyata museumnya tutup. Kata bapak satpamnya, beberapa hari lagi akan ada event di sini. Yang saya tahu, biasanya tentang kesenian, termasuk film.
Kami pun duduk di depan gerbang pintu masuk, sebelum akhirnya diusir karena menghalangi jalan :D, lalu sepakat untuk main ke Taman Sari.
Menerima Tawaran Berwisata Sejarah
Saya sendiri tidak terlalu tertarik ke sana, tapi karena mereka meminta dan mungkin sekalian saya juga penasaran bagaimana suasananya sekarang, saya menuruti mereka.
Jauh-jauh hari sebelum ini, tepatnya sebelum pandemi, saya sekeluarga juga sempat dua kali mengunjungi Taman Sari. Namun, sialnya, waktu itu ia sedang ramai-ramainya pengunjung. Berjalan saja susah.
Nah, kebetulan sekarang sedang sepi, jadi kami bertiga bisa lebih santai menikmatinya dan mengambil lebih banyak foto.
***
Setelah membayar tiket, kami bertiga masuk. Langsung memfoto bangunan depannya, lantas kembali berjalan.

Setibanya di, kalau tidak salah, Umbul Pasiraman/Umbul Binangun, seorang bapak-bapak pemandu menawarkan diri memandu kami. Saya sempat hendak menolak, tapi daripada hanya berjalan-jalan dan mengambil foto, lumayan lah, bisa sambil menambah dua-tiga wawasan mengenai Taman Sari ini. Wisata edukasi sejarah.
Kami menerima tawaran tersebut.
Sepenggal Sejarah Taman Sari
Tidak salah kami menerima tawaran dari beliau.
Sejak pertama berjalan, beliau langsung bercerita tentang sejarah Taman Sari.
Yogyakarta didirikan pada 1756 M, sedangkan Taman Sari dibangun dua tahun setelahnya, 1758 M. Taman Sari, dengan banyak bangunan uniknya ini, memiliki luas sekitar 10 hektare.
Dan kalian tahu, butuh berapa lama untuk membangun semua bangunan yang sedemikian megahnya ini?
Hanya tujuh tahun!
Memang agak sulit untuk menalarnya, apalagi di zaman itu semuanya masih serba manual, dikerjakan dengan tangan. Dan hebatnya lagi, bangunan ini bisa bertahan hingga hampir tiga abad lamanya.
Kalian tahu juga, material apa yang digunakan untuk membangun Taman Sari?
Kata si bapak, ia terbuat dari campuran air, bata merah, dan serah legen (dibaca seperti kalian membaca ‘keren’). Serah legen sendiri berarti ‘nira aren’. Kalian googling saja. Saya juga lupa-lupa ingat, hehe …
Menariknya lagi, serah legen ini ternyata dipasok langsung dari Sragen yang kata si bapak, adalah akronim dari serah legen (sera – gen). Haha, bisa pas juga, ya?
Tapi tentang benar atau tidaknya, saya juga kurang tahu. Yang jelas, dari yang saya baca, dulu memang ada hubungan sejarah antara Sragen dan Yogyakarta ini. Kalian baca-baca saja, lah, di mana gitu. Ayo, biar tulisan ini bisa membuka diskusi menarik dan berbobot di kolom komentar.
Taman Sari Tempo Hari
Masih bicara sejarah, dulu, entah tahun berapa, area Taman Sari dan sekitarnya, atau mungkin lebih luas lagi, merupakan sebuah danau!
Karena itulah, tak heran si bapak juga bercerita dan menunjuk beberapa titik di bangunan Taman Sari yang dulunya berfungsi sebagai dermaga kesultanan.
Bahkan, ada juga terowongan bawah tanah yang di masa itu terletak di bawah air. Tidak terbayang jika terowongan itu sampai kebanjiran.
Kendati demikian, meski sudah berkeliling dan mendengar sejarah-sejarahnya, ada satu tempat yang sejak pandemi masih belum buka. Katanya, memang dari pihak Kraton Yogyakarta sendiri yang menutup tempat tersebut.
Mungkin sebagian besar dari kalian juga sudah tahu, karena tempat ini menjadi spot foto yang paling instagrammable, katanya.
Tempat itu adalah Sumur Gumuling.

Akhirnya, perjalanan kami berakhir begitu kami tiba di pintu keluarnya, yang ternyata langsung menuju ke parkiran motor, haha. Saya sendiri sempat heran, kok bisa sudah sampai di sini.
Bagaimanapun, wisata sejarah singkat ini benar-benar mengedukasi kami bertiga.
Buat Mereka Penasaran
Kalian yang sudah pernah main ke Taman Sari, bagaimana pengalamannya, menyenangkan? Ingin mengajak keluarga atau teman yang belum pernah ke sini? Tertarik membuat mereka semua penasaran?
Beruntung sekali, kalian bisa membelikan beberapa suvenir Taman Sari ini untuk mereka.
Siapa tahu besok-besok ternyata kalian bakal diajak main ke sini lagi, kan. Syukur-syukur gratis, hehe.
—
Bagaimana, pasti banyak dari kalian yang sudah pernah berkunjung ke sini, ‘kan? Punya cerita seru dan menarik?
Klik di sini biar traveler lainnya juga bisa ikut baca cerita kalian!
Kalau kalian punya pengalaman menarik di destinasi wisata lainnya di Yogyakarta, jangan lupa ceritain di sini, ya!
Kita semarakkan wisata Indonesia melalui cerita.
Informasi, Lokasi, dan Ulasan Wisata Taman Sari Yogyakarta
Alamat | Patehan, Kec. Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta |
Jam Buka | Senin—Minggu: 09.00—15.00 |
Harga Tiket Masuk | |
Wisatawan Pribumi: Rp5.000 | |
Wisatawan Asing: Rp15.000 | |
Parkir | |
Motor: Rp2.000 | |
Mobil: Rp5.000 |
Kalau kalian membutuhkan informasi lengkap seputar Kotamadya Yogyakarta, langsung saja kunjungi situs resminya.
Di sini, kalau kalian ingin membaca ulasan dan melihat foto-foto Taman Sari Yogyakarta.