Selayang Pandang di Bukit Paralayang

Badan ini sebenarnya sudah terasa lelah, sekembalinya dari kawasan wisata Puncak Suroloyo. Akan tetapi, rasanya masih terlalu dini bila harus langsung kembali ke rumah. Jam yang saat itu baru menunjukkan sekitar pukul 10, membuat kami tergoda untuk kembali meneruskan perjalanan.

Dari puncak dan kembali menuju puncak, kali ini kami mengarah ke selatan …

Sesaat “Kehilangan” Tujuan

Sejuknya udara di dataran tinggi perlahan mulai hilang dan berganti dengan hawa panas perkotaan, kira-kira satu jam setelah kami turun dari kawasan wisata Puncak Suroloyo. Namanya juga naik motor, teriknya matahari siang itu terbagi rata di antara kami.

Kami memasuki kawasan wisata Pantai Parangtritis menjelang tengah hari. Maps, yang menjadi alat navigasi kami sejak tadi pagi, mengarahkan kami menuju sebuah pantai yang sebenarnya juga masih terasa asing bagi kami sendiri. Tempat yang hendak kami tuju ini katanya adalah sebuah pantai. Namun, ketika saya tanyakan kepada ibu-ibu penduduk setempat, beliau menjawab, “Oh, bukan. Di sini enggak ada Pantai Watu Gupit, di sini masih Parangtritis.”

harga tiket masuk kawasan wisata Pantai Parangtritis
harga tiket masuk kawasan wisata Pantai Parangtritis

#kamvretmoment dimulai. Saya nyalakan ulang lagi Maps, lalu saya ketikkan “Watu Gupit” saja. Ternyata, dari area pasar di kawasan wisata Pantai Parangtritis ini, jarak Watu Gupit ada sekira 1 km.

Kalau kalian, terutama yang dari luar Yogyakarta, benar ingin ke sini, sebaiknya langsung saja menuju lokasi. Belanja pernak-perniknya nanti saja. Yang kami tahu, pada hari-hari tertentu (akhir pekan dan tanggal merah pastinya), para wisatawan akan beramai-ramai mengunjungi Bukit Paralayang Watu Gupit untuk menikmati sunset.

sunset dari Bukit Paralayang Watu Gupit
sunset dari Bukit Paralayang Watu Gupit
sunset

Ini adalah foto milik salah seorang kawan, yang merupakan seorang pecandu touring dan penggila motor lawas Honda.

Lokasi

Pemandangan suram kembali terlihat saat kami semakin mendekati Watu Gupit: tanjakan yang (lagi-lagi) lumayan tinggi.

Karena lokasinya yang berada tak jauh dari perkampungan warga, jalan di sini relatif sempit; terhitung agak sulit untuk persimpangan mobil. Dari Hotel Queen of The South, kalian masih harus naik lagi, tidak terlalu jauh.

Watu Gupit sendiri nanti akan kalian jumpai di sebelah kanan jalan (dari bawah). Tak ada plang besar atau gerbang papan petunjuk dsb. di halaman depan—waktu itu. Yang kami ingat, tepat di seberangnya hanya ada tambang pasir kecil. Area parkirnya sendiri cukup luas, kurang lebih hampir seukuran lapangan tenis, dengan warung-warung khas daerah pantai yang berjejer di sekelilingnya.

Lega

Cuaca saat itu sedang panas sehingga kami lebih memilih untuk masuk dan beristirahat sejenak di rumah makan yang kebetulan memang berada tepat di bawah Watu Gupit ini. Ya, ternyata ia bukan nama pantai, melainkan bukit.

Kalau melihat bentuk bangunannya, rasanya memang lebih pas disebut rumah makan. Namun, santai saja, harga makanan dan minumannya masih standar, sekitar Rp15.000—Rp25.000 per porsinya. Menu yang tersedia di sini pun adalah sajian khas daerah pinggir pantai: es kelapa muda, gorengan, nasi goreng, dll.

Dan yang paling memuaskan adalah, kebanyakan bangku dan meja makan di sini berada di luar (outdoor), yang menghadap langsung ke Pantai Parangtritis dan birunya Samudra Hindia yang membentang. Tak peduli pagi ataupun sore, bersantap ria atau hanya sekadar mengobrol di sini kami jamin tidak akan membuat kalian menyesal—kecuali kalau terlalu ramai.

rumah makan di Watu Gupit
rumah makan di Watu Gupit
pelataran rumah makan di Watu Gupit
pelataran
pemandangan dari rumah makan Watu Gupit
pemandangan dari rumah makan
pemandangan Pantai Parangtritis dari Watu Gupit
pemandangan Pantai Parangtritis dari Watu Gupit
pemandangan dari rumah makan Watu Gupit

Berani Terbang

Langit kala itu sedang “telanjang”, meninggalkan matahari seorang diri. Tak ada satu pun awan yang menemani. Beginilah teriknya Watu Gupit di siang bolong pada Jumat, 19 Oktober 2019.

Sejenak rehat; menyantap nasi goreng, mendoan, dan es kelapa muda sembari menikmati semilir angin pantai, kami pun penasaran dengan puncak dari si Watu Gupit. Menaiki anak tangga yang membelah pelataran restoran nan rimbun, sampai juga kami di puncak Watu Gupit yang tak hanya lapang dan indah, tapi juga berbahaya.

Iya, di tepian puncak yang sedemikian tingginya, tak ada pagar ataupun pembatas yang mengelilingi. Hanya ada papan peringatan, untuk tidak membuang apa pun ke bawah sana. Saya sendiri tidak berani walaupun sekadar mendekati tepiannya; kaki sudah gemetar duluan.

Akhirnya, saya mencoba sedikit menjelajahi Watu Gupit ini, dan menemukan prasasti/monumen, yang bertuliskan demikian:

monumen paralayang Dudy Arief Wahyudi
monumen paralayang Dudy Arief Wahyudi

Di hari yang bersejarah itu, 7 Februari 1993, seorang pemberani bernama Dudy Arief Wahyudi hilang di bawah amukan ombak pantai selatan, setelah ia mendarat darurat di bawah sebuah tebing. Jasad beliau ditemukan dua hari setelahnya. Di usianya yang tergolong muda, beliau adalah pelopor dalam dunia paralayang Indonesia, bersama seorang rekannya, Bapak Gendon Subandon.

Benar, Bukit Paralayang Watu Gupit yang berlokasi di Parangtritis, Kabupaten Bantul ini menjadi salah satu titik lepas landas bagi para penggemar olahraga paralayang di Indonesia. Sebagaimana persaksian salah seorang warga yang saya temui, ia mengatakan bahwa pada waktu-waktu tertentu, beberapa kali dalam setahun, akan ada festival atau perlombaan paralayang yang diadakan di Bukit Paralayang Watu Gupit, yang menjadi startpoint-nya.

Jadi, bagaimana, berani terbang?

Penasaran ingin menatap samudra lepas dari ketinggian Bukit Paralayang Watu Gupit? Klik dan segera siapkan perjalanan kalian.

Kalian punya pengalaman menarik ketika berkunjung ke kawasan wisata Pantai Parangtritis?

Klik di sini biar traveler lainnya juga bisa ikut baca cerita kalian!

Mari, semarakkan pariwisata Nusantara melalui cerita.


Informasi, Lokasi, dan Ulasan Bukit Paralayang Watu Gupit

AlamatArea Hutan, Ds. Giricahyo, Kec. Purwosari, Kab. Gunungkidul, DIY
Jam BukaSenin—Minggu: 05.0018.30
Harga Tiket Masuk
Rp10.000 (kawasan Parangtritis)
Rp5.000 (Bukit Paralayang)
Parkir
Motor: Rp3.000
Mobil: Rp5.000
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap tentang pariwisata Gunungkidul, kalian bisa langsung mengunjungi situs resminya di sini.
Sedikit ulasan ringkas saya tentang Bukit Paralayang Watu Gupit di Google.
  • KONTRIBUTOR TERCINTA
  • Admin
Artikel SebelumnyaPandangan (dan Perjalanan) Pertama
Artikel BerikutnyaSeperti Apa Rasanya Berkemah di Atas Pantai?

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here