Terhitung sudah empat kali saya mengunjungi kawasan wisata Tebing Breksi; pertama kali mengunjunginya bersama keluarga, dan sisanya bersama beberapa orang kawan. Pada kunjungan yang pertama itulah, tebing ini benar-benar terasa keasriannya.
***
Subuh, entah tanggal berapa (saya lupa mencatatnya), kami sekeluarga sudah berangkat dari rumah, menyusuri jalanan kota yang masih lengang dan gelap. Mentari belum terbit, pun dengan sebagian orang yang saat itu mungkin juga masih belum bangun.
Perjalanan terasa amat singkat; dan yang membuatnya semakin singkat—meski hanya sepersekian detik—adalah loketnya yang masih kosong. Pagi itu kami memasuki kawasan Tebing Breksi tanpa mengeluarkan satu rupiah pun, gratis—kata yang paling dicintai warga +62.
Dalam suasana yang masih gelap itu, keindahan tebing ini belumlah tampak. Namun, sejuknya udara sudah terasa sejak tadi.
Meski masih gelap, tebing yang berdiri gagah di tengah area bekas pertambangan itu sudah jelas terlihat. Karena penasaran, kami tak membuang-buang waktu untuk segera menaikinya.
Di horizon timur, mentari sudah mulai terbit. Semburatnya perlahan menyapu dataran. Sunrise di Tebing Breksi, satu dari sekian sunrise yang dicari banyak orang.
Breksi Membuat Mereka Mandiri
Bertahun-tahun yang lalu, Breksi mungkin menjdi satu-satunya pilihan bagi warga setempat untuk mencari nafkah: mereka menambang. Aktivitas pertambangan itu terus berlanjut hingga pemerintah menghentikannya pada 2014.
Namun, para warga Desa Sambirejo tidak kehilangan akal. Breksi masih menjadi harapan, tapi dengan wujud yang berbeda. Para warga menyulap area pertambangan ini menjadi lokasi wisata yang indah, sampai akhirnya benar-benar diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 30 Mei 2015 dan siap menyambut para wisatawan.
Di tempat yang sama, rezeki itu mengalir dari jalan yang berbeda. Para warga Desa Sambirejo memanfaatkan peluang ini. Mereka mulai membuka pintu rezeki dengan caranya masing-masing. Ada yang berjualan makanan, kerajinan tangan, oleh-oleh, menyewakan jip, jasa foto, dll. Semua itu bisa kalian dapati ketika kalian berkunjung ke sini, insyaAllah.
***
Ternyata bukan hanya tebingnya saja yang berdiri kukuh, para warganya pun demikian. Sama kukuhnya. Tetap bertahan dan menunggu waktunya untuk bersinar.
Asri vs Rias, Membandingkan Pesona Breksi
Di setiap kunjungan saya menuju wisata Tebing Breksi, yang saya cari memang hanya keindahan alamnya; kecuali kunjungan terakhir, ketika saya benar-benar mengamatinya untuk didokumentasikan.
Karena itu, coba kalian lihat dan bandingkan foto-foto Tebing Breksi dalam dua waktu yang berbeda ini.
Breksi yang dulu, bukanlah yang sekarang.
Bagaimana, adakah di antara kalian yang merindukan Breksi yang masih asri? Yang masih tampil apa adanya, tanpa “riasan-riasan”-nya.
Namun, tak apa. Toh dengan semua “riasan” itu para warganya juga menjadi semakin sejahtera—amin. Yang penting, jaga selalu kebersihannya.
Agendakan Sekarang Juga!
Sekadar info saja, bagi kalian yang berencana mengunjungi wisata Tebing Breksi. Jika esok informasi yang saya cantumkan ternyata sudah berubah, jangan sungkan untuk menghubungi, ya.
Kalian ingin menikmati wisata lain yang ada di Tebing Breksi atau mencari informasi lainnya? Coba kunjungi situs resminya di sini.
…
Oh, ya, kalian yang baru saja mengunjungi kawasan wisata Tebing Breksi atau bahkan berencana ke sana, klik di sini biar traveler lainnya juga bisa ikut baca cerita kalian!
Selamat berlibur!
Informasi, Lokasi, dan Ulasan Kawasan Taman Tebing Breksi
Alamat | Jl. Desa Lengkong, RT/RW 02/1, Gn. Sari, Ds. Sambirejo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, DIY |
Jam Buka | |
Senin: 06.00—19.00 | |
Selasa—Minggu: 06.00—22.00 | |
Harga Tiket Masuk | |
Wisatawan Pribumi: Rp10.000 | |
Wisatawan Asing: Rp20.000 | |
Parkir | |
Motor: Rp2.000 | |
Mobil: Rp5.000 | |
Elf/Mini Bus: Rp15.000 | |
Bus: Rp25.000 |
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap tentang pariwisata Sleman, kalian bisa langsung mengunjungi situs resminya di sini.
Berikut ulasan ringkas saya tentang Kawasan Wisata Tebing Breksi di Google.
Jadi mau ke sana
gas 😀